DP: M. Jailani, M.Pd
Sebelum Islam
datang ke nusantara , masyarakat Melayu memiliki berbagai kepercayaan.
Kepercayaan masyarakat Melayu yang paling kuno adalah Animisme dan Dinamisme.
Setelah agama Hindu dan Budha masuk ke Nusantara, Maka sebagian Besar
Masyarakat Melayu menganut Agama Hindu dan Budha yang diakui sebagai agama
resmi pemerintah kerajaan, namun masih ada masyarakat Melayu lainnya yang tetap
menganut kepercayaan dinamisme dan Animisme sebagai keyakinan beragamanya.
1. PENGERTIAN AGAMA DAN
KEPERCAYAAN SEBELUM ISLAM
Pada masyarakat
melayu, mereka membedakan antara agama dan kepercayaan.Menurut masyarakat
melayu, Agama yang dianggap oleh mereka adalah agama-agama besar yang diakui
oleh pemerintah. Seperti Islam, Kristen, Khatolik, Hindu dan Budha. Sementara
keyakinan-keyakinan seperti penyembahan pada “dewa-dewa” dan kepercayaan akan
kekuatan yang dimiliki makhluk halus (jin, hantu, jembalang, sikodi dan
lainnya) hanya dianggap sebagai suatu kepercayaan saja. Seperti yang terdapat
pada suku “terasing” – Suku Talang Mamak, Suku Akit, Suku Laut, dan lainnya.
Maupun kepercayaan yang juga mencangkup masalah upacara-upacara yang lahir dari
kebiasaan-kebiasaan lama orang Melayu, seperti tepung tawar, mati tanah dan
lainnya.
Namun sebenarnya
yang dikatakan kepercayaan dalam masyarakat Melayu itu bukan hanya dalam
kepercayan lama saja yang menjadi peninggalan masa lampau seperti animisme,
tapi juga kepercayaan yang datang setelahnya, seperti kepercayaan agama Hindu,
Budha dan Islam sendiri.Dimana Islam yang datang terakhir mengakomodir semua
unsur kebudayaan tersebut secara perlahan, serta melakukan penelusuran terhadap
hal-hal yang bertentangan dengan Islam.
2.
AGAMA
DAN KEPERCAYAAN ORANG MELAYU SEBELUM ISLAM
A. KEPERCAYAANDINAMISMEDAN
ANIMISME
Dinamisme dan
Animisme Sebelum Islam datang ke dunia Melayu, kaum Melayu adalah penganut
animisme dan dinamisme yang menjelaskan tentang luasnya praktek-praktek
kepercayaan kuno berbasis Melayu . Diantara praktek-praktek tersebut seperti;
sihir, tahayul, tabu, perdukunan dalam hubungannya dengan makhluk ghaib
seperti; tuyul, setan, jin hantu, dll.
.Dinamisme,
berasal dari bahasa Yunani, dymanis; artinya kekuasaan, kekuatan,
khasiat.Dinamisme adalah kepercayaan kepada benda-benda yang dianggap memiliki
unsur kekuatan magis. Diantara unsur kepercayaan dinamisme yang melekat dalam
struktur budaya Melayu pada periode ini adalah kepercayaan akan kekuatan
benda-benda yang mengandung kesaktian, dinamakan fetisy.
Fetisy sebagai
bagian luar dari tubuh manusia yang kalau seandainya tidak ada, akan berdampak
pada kehidupannya secara keseluruhan. Ketergantungan terhadap fetisy inilah
yang melahirkan unsur budaya pertama dalam masyarakat Melayu. Umumnya fetis
berbentuk; keris, benda keramat, rantai, alat-alat persenjataan,
pakaian-pakaian lama, dll.
Animisme,
berasal dari bahasa Yunani anima, berarti nyawa.Animisme adalah kepercayaan
terhadap suatu benda yang dianggap memiliki nyawa dan menjadi tempat pelindung.Diantara
unsur animisne pada periode ini dalam masyarakat Melayu adalah totem Totem atau
totemisme adalah sejenis roh pelindung manusia yang berwujud binatang.
Pada awalnya
totem merupakan pelindung sekaligus penghubung antara kehidupan dunia dengan
kehidupan ghaib yang memiliki unsur kekuatan magis. Diantara totem, seperti
burung garuda, harimau, singa, ular, gajah, monyet, dll
Kepercayaan pada
binatang ini karena memiliki sifat yang bisa menjadi teladan bagi
manusia.Secara rasional, sebenarnya kepercayaan ini timbul karena begitu
dekatnya antara manusia dan alam sebagai sesama makhluk.Sehingga ada kewajiban
dari manusia untuk menjaga kelestarian binatang-binatang ini. Namun, penjagaan
ini tidak akan kuat apabila tidak dilengkapi dengan unsur kepercayaan yang
bersifat mengikat, dan berakibat dosa apabila melanggarnya. Disinilah sekali
lagi peran dukun yang bertugas menjaga pikiran masyarakat sehingga dibudayakan.
Hindu dan Budha
Masuknya sistem kepercayaan Hindu dan Budha mengganti kepercayaan dinamisme dan
animisme pada masyarakat Melayu. Kepercayaan Hindu menawarkan sistem Dewa-dewa
dan kasta dengan penjagaan kualitas budaya ada pada penguasa dan tokoh
agama.Kepercayaan Budha menawarkan tokoh tunggal sang budha, menawarkan konsep
pertapaan dengan penjagaan kualitas budaya ada pada tokoh sentral penguasa.
B. HINDU DAN BUDHA
Agama Luar yang
masuk pertama ke nusantara adalah agama Hindu dan Budha.Agama ini di sebar
luaskan oleh pengikutnya yang memiliki kekuasaan di nusantara.Ada tiga kerajaan
Hindu Budha yang terbesar dalam sejarah Melayu, yaitu kerajaan Kutai, Kerajaan
Melayu dan Kerajaan Sriwijaya.
1. KERAJAAN KUTAI
Kerajaan Kutai
terletak di Kalimantan Timur, di Tepi Sungai Mahakam .Diperkirakan Kerajaan
Kutai berdiri pada abad 4 M. sumber sejarah Kerajaan Kutai adalah Prasasti
Muara Kaman dan Yupa.prasasti tersebut didirikan oleh Raja Mulawarman. Kerajaan
Kutai merupakan kerajaan Melayu Hindu yang tertua dinusantara.
Bukti sejarah
tentang kerajaan Kutai adalah ditemukannya tujuh prasasti yang berbentuk yupa
(tiang batu) tulisan yupa itu menggunakan huruf pallawa dan bahasa sansekerta.
Adapun isi
prasati tersebut menyatakan bahwa raja pertama Kerajaan Kutai bernama
Kudungga.Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman yang disebut sebagai
wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah meninggal, Asawarman digantikan oleh
Mulawarman.
Penggunaan nama
Asawarman dan nama-nama raja pada generasi berikutnya menunjukkan telah
masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam kerajaan Kutai dan hal tersebut
membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah orang Indonesia asli yang telah
memeluk agama Hindu.
Kehidupan sosial
di Kerajaan Kutai terlihat dari terjemahan prasasti-prasasti yang ditemukan
oleh para ahli. Diantara terjemahan tersebut adalah sebagai berikut :
• Masyarakat di Kerajaan Kutai tertata, tertib dan
teratur
• Masyarakat di
Kerajaan Kutai memiliki kemampuan beradaptasi dengan budaya luar (India),
mengikuti pola perubahan zaman dengan tetap memelihara dan melestarikan
budayanya sendiri .Kehidupan ekonomi di Kerajaan Kutai dapat diketahui dari dua
hal berikut ini :
Letak geografis
Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India.Kerajaan
Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang.Hal tersebut
memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat Kutai, disamping pertanian.
Keterangan
tertulis pada prasasti yang mengatakan bahwa Raja Mulawarman pernah memberikan
hartanya berupa minyak dan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana.
Kehidupan budaya
masyarakat Kutai sebagai berikut :
• Masy arakat
Kutai adalah masyarakat yang menjaga akar tradisi budaya nenek moyangnya.
• Masyarakat yang sangat tanggap terhadap perubahan
dan kemajuan kebudayaan.
• Menjunjung tingi semangat keagamaan dalam
kehidupan kebudayaannya.
Pada prasasti
itu juga diceritakan bahwa Raja Mulawaraman memerintah dengan bijaksna.Ia
pernah menghadiahkan ± 20.000 ekor sapi untuk korban kepada para brahmana /
pendeta. Dan dalam prasasti itu pun menyatakan bahwa Raja Aswawarman merupakan
pendiri dinasti, mengapa bukan ayahnya Kudungga yang menjadi pendiri dinasti
tetapi anaknya Aswawarman? Hal itu karena pada saat itu Raja Kudungga belum
memeluk agama Hindu, sehingga ia tidak bisa menjadi pendiri dinasti Hindu.
Dari Raja
Aswawarman menurunlah sampai Mulawarman, karena Mulawarman pun memeluk agama
Hindu.Hal itu diketahui dari penyebutan bangunan suci untuk Dewa
Trimurti.Bangunan itu disebut bangunan Wapraskewara dan di Gua Kembeng di
Pedalaman Kutai ada sejumlah arca-arca agama Hindu seperti Siwa dan Ganesa.
2. KERAJAAN MELAYU
Melayu bahasa
Cina ditulis Ma-La-Yu (末羅瑜國)
merupakan sebuah nama kerajaan yang berada di Pulau Sumatera. Dari bukti dan
keterangan yang disimpulkan dari prasasti dan berita dari Cina, keberadaan
kerajaan yang mengalami naik turun ini dapat di diketahui dimulai pada abad
ke-7 yang berpusat di Minanga, ada abad ke-13 yang berpusat di Dharmasraya dan
diawal abad ke 15 berpusat di Suruaso atau Pagaruyung.
Kerajaan ini
berada di pulau Swarnadwipa atau Swarnabumi (Thai:Sovannophum) yang oleh para
pendatang disebut sebagai pulau emas yang memiliki tambang emas, dan pada
awalnya mempunyai kemampuan dalam mengontrol perdagangan di Selat Melaka
sebelum direbut oleh Kerajaan Sriwijaya (Thai:Sevichai) pada tahun 682
Penggunaan kata
Melayu, telah dikenal sekitar tahun 100-150 M seperti yang tersebut dalam buku
Geographike Sintaxis karya Ptolemy yang menyebutkan maleu-kolon.Dan kemudian
dalam kitab Hindu Purana pada zaman Gautama Buddha terdapat istilah Malaya
dvipa yang bermaksud tanah yang dikelilingi air.
Berita tentang
kerajaan Melayu antara lain diketahui dari dua buah buku karya Pendeta I Tsing
atau I Ching (義淨;
pinyin Yì Jìng) (634-713), yang termasyhur yaitu Nan-hai Chi-kuei Nei-fa Chuan
(Catatan Ajaran Buddha yang dikirimkan dari Laut Selatan) serta Ta-T’ang Hsi-yu
Ch’iu-fa Kao-seng Chuan (Catatan Pendeta-pendeta yang menuntut ilmu di India
zaman Dinasti Tang) dalam pelayarannya dari Cina ke India tahun 671, singgah di
Sriwijaya enam bulan lamanya untuk mempelajari Sabdawidya, dan menerjemahkan
naskah-naskah Buddha dari bahasa Sanskerta ke bahasa Cina.
Kisah pelayaran
I-tsing dari Kanton tahun 671 diceritakannya sendiri, dengan terjemahan sebagai
berikut
“Ketika angin
timur laut mulai bertiup, kami berlayar meninggalkan Kanton menuju selatan ....
Setelah lebih kurang dua puluh hari berlayar, kami sampai di negeri Sriwijaya.
Di sana saya berdiam selama enam bulan untuk belajar Sabdawidya. Sri Baginda
sangat baik kepada saya.Beliau menolong mengirimkan saya ke negeri Malayu, di
mana saya singgah selama dua bulan. Kemudian saya kembali meneruskan pelayaran
ke Kedah .... Berlayar dari Kedah menuju utara lebih dari sepuluh hari, kami
sampai di Kepulauan Orang Telanjang (Nikobar) .... Dari sini berlayar ke arah
barat laut selama setengah bulan, lalu kami sampai di Tamralipti (pantai timur
India )” Perjalanan pulang dari India tahun 685 diceritakan oleh I-tsing sebagai
berikut:
“Tamralipti
adalah tempat kami naik kapal jika akan kembali ke Cina.Berlayar dari sini
menuju tenggara, dalam dua bulan kami sampai di Kedah.Tempat ini sekarang
menjadi kepunyaan Sriwijaya. Saat kapal tiba adalah bulan pertama atau kedua
....Kami tinggal di Kedah sampai musim dingin, lalu naik kapal ke arah
selatan.Setelah kira-kira sebulan, kami sampai di negeri Malayu, yang sekarang
menjadi bagian Sriwijaya.Kapal-kapal umumnya juga tiba pada bulan pertama atau
kedua.Kapal-kapal itu senantiasa tinggal di Malayu sampai pertengahan musim
panas, lalu mereka berlayar ke arah utara, dan mencapai Kanton dalam waktu
sebulan. ”
Menurut catatan
I Tsing, Sriwijaya menganut agama Buddha aliran Hinayana, kecuali Ma-la-yu.
Tidak disebutkan dengan jelas agama apa yang dianut oleh kerajaan Melayu.
Berita lain
mengenai kerajaan Melayu berasal dari T'ang-Hui-Yao yang disusun oleh Wang p'u
pada tahun 961, kerajaan Melayu mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 645 untuk
pertama kalinya, namun setelah munculnya Sriwijaya sekitar 670, kerajaan Melayu
tidak ada lagi mengirimkan utusan ke Cina
Dari uraian
I-tsing jelas sekali bahwa Kerajaan Melayu terletak di tengah pelayaran antara
Sriwijaya dan Kedah.Jadi Sriwijaya terletak di selatan atau tenggara Melayu.
Hampir semua ahli sejarah sepakat bahwa negeri Melayu berlokasi di hulu sungai
Batang Hari, sebab pada alas arca Amoghapasa yang ditemukan di Padangroco
terdapat prasasti bertarikh 1208 Saka (1286) yang menyebutkan bahwa arca itu
merupakan hadiah raja Kertanagara (Singhasari) kepada raja Melayu
Prof. Slamet
Muljana berpendapat, istilah Malayu berasal dari kata Malaya yang dalam bahasa
Sanskerta bermakna “bukit”. Nama sebuah kerajaan biasanya merujuk pada nama ibu
kotanya. Oleh karena itu, ia tidak setuju apabila istana Malayu terletak di
Kota Jambi, karena daerah itu merupakan dataran rendah.
Menurutnya,
pelabuhan Malayu memang terletak di Kota Jambi, tetapi istananya terletak di
pedalaman yang tanahnya agak tinggi. Dan menurut prasasti Tanjore yang
dikeluarkan oleh Rajendra Chola I bertarikh 1030, menyebutkan bahwa ibu kota
kerajaan Malayu dilindungi oleh benteng-benteng, dan terletak di atas bukit
Dari keterangan Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad
Al-Biruni, ahli geografi Persia, yang pernah mengunjungi Asia Tenggara tahun
1030 dan menulis catatan perjalanannya dalam Tahqiq ma li l-Hind (Fakta-fakta
di Hindia) yang menyatakan bahwa ia mengunjungi suatu negeri yang terletak pada
garis khatulistiwa pulau penghasil emas atau Golden Khersonese yakni pulau
Sumatera.
3. KERAJAAN SRIWIJAYA
Sriwijaya
merupakan sebuah kerajaan maritim yang berada di Sumatera, namun kekuasaannya
mencapai Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja dan
lainnya. Sriwijaya berasal dari bahasa Sanskerta, sri adalah
"bercahaya" dan vijaya adalah "kemenangan". Kerajaan
Sriwijaya mula-mula berdiri sekitar tahun 600 dan bertahan hingga tahun 1377.Kerajaan
Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan yang sempat terlupakan, yang kemudian
dikenalkan kembali oleh sarjana Perancis, bernama George Cœdès pada tahun
1920-an.
George Cœdès memperkenalkan kembali sriwijaya
berdasarkan penemuannya dari prasasti dan berita dari Tiongkok. Penemuan George
Coedes kemudian dimuat dalam koran berbahasa Belanda dan Indonesia. Dan sejak
saat itu kerajaan sriwijaya mulai dikenal kembali oleh masyarakat.Hilangnya
kabar mengenai keberadaan Sriwijaya diakibatkan oleh sedikitnya jumlah
peninggalan yang ditinggalkan oleh kerajaan sriwijaya sebelum runtuh. Beberapa
penyebab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya, yaitu:
• Serangan dari Dinasti Chola dari Koromandel, India
Selatan (1017&1025)
Serangan ini
berhasil menawan raja Sriwijaya dan kemudian Dinasti Chola menjadi berkuasa
atas kerajaan Sriwijaya.Akibat dari serangan ini, kedudukan kerajaan Sriwijaya
di nusantara mulai bergoyang.
• Muncul
kerajaan Melayu, Dharmasraya
Setelah
melemahnya kekuasaan Dinasti Chola, kemudian muncul kerajaan Dharmasraya yang
mengambil alih Semenanjung Malaya dan juga menekan keberadaan kerajaan
Sriwijaya.
• Kekalahan
perang dari kerajaan lain
Alasan lain yang
menyebabkan runtuhnya Sriwijaya yaitu perang dengan kerajaan lain seperti
Singosari, Majapahit serta Dharmasraya. Selain sebagai penyebab runtuhnya
Sriwijaya, perang ini juga menyebabkan banyak peninggalan sriwijya yang rusak
atau hilang, sehingga keberadaan Kerajaan Sriwijaya terlupakan selama beberapa
abad.
Perkembangan
agama Buddha selama masa Sriwijaya dapat diketahui berdasarkan laporan
I-Tsing.Sebelum melakukan studi ke Universitas Nalanda di India, I-Tsing
melakukan kunjungan ke kerajaan Sriwijaya.Berdasarkan catatan I-tsing,
Sriwijaya merupakan rumah bagi sarjana Buddha, dan menjadi pusat pembelajaran
agama Buddha.
Hal ini
membuktikan bahwa selama masa kerajaan Sriwijaya, agama Buddhis berkembang
sangat pesat.Selain itu I-tsing juga melaporkan bahwa di Sriwijaya terdapat
aliran Buddha Theravada (kadang disebut Hinayana) dan Mahayana. Dan kemudian
semakin lama buddhisme di Sriwijaya mendapat pengaruh dari aliran Vajrayana
dari India.[7] Pesatnya perkembangan agama Buddhis di Sriwijaya juga didukung
oleh seorang Mahaguru Buddhis di Sriwijaya, yaitu Sakyakirti, nama Sakyakirti
ini berasal dari I-tsing yang berkenalan saat singgah di sriwijaya.[8] Selain
Mahaguru Buddhis, I-tsing juga melaporkan ada perguruan buddhis yang memiliki
hubungan baik dengan Universitas Nalanda, India, sehingga ada cukup banyak
orang yang mempelajari Buddhisme di kerajaan ini.[9] Dalam catatannya, I-tsing
juga menulis ada lebih dari 1000 pendeta yang belajar buddhis di Sriwijaya, Sriwijaya
disebut dengan berbagai macam nama.
Orang
Tionghoa menyebutnya Shih-li-fo-shih atau San-fo-ts'i atau San Fo Qi. Dalam
bahasa Sansekerta dan Pali, kerajaan Sriwijaya disebut Yavadesh dan
Javadeh.Bangsa Arab menyebutnya Zabag dan Khmer menyebutnya Malayu. Banyaknya
nama merupakan alasan lain mengapa Sriwijaya sangat sulit ditemukan.
Berikut
ini adalah beberapa sumber sejarah yang diketahui berkaitan dengan Sriwijaya:
Prasasti
yang berkaitan dengan Sriwijaya:
• Prasasti Ligor di Thailand
• Prasasti Kanton di Kanton
• Prasasti Siwagraha
• Prasasti Nalanda di India
• Piagam Leiden di India
• Prasasti Tanjor
• Prasasti Grahi di Chaiya
• Prasasti Padang Roco di Dharmasraya
• Prasasti Srilangka
Prasasti
berbahasa Melayu Kuno:
• Prasasti Kedukan Bukit tanggal 16 Juni 682 Masehi
di Palembang
• Prasasti Talang Tuo tanggal 23 Maret 684 Masehi di
Palembang
• Prasasti Telaga Batu abad ke-7 Masehi di Palembang
• Prasasti Palas Pasemah abad ke-7 Masehi di Lampung
Selatan
• Prasasti Karang Brahi abad ke-7 Masehi di Jambi
• Prasasti Kota Kapur tanggal 28 Februari 686 Masehi
di P. Bangka
• Prasasti Sojomerto abad ke-7 Masehi di Kabupaten
Batang, Jawa Tengah.
Kitab beraksara Melayu: Kitab
Undang-Undang Tanjung Tanah di Kerinci
Dari Prasasti
Kedukan Bukit pada tahun 682 di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang Jayanasa,
Kerajaan Minanga takluk di bawah imperium Sriwijaya.Penguasaan atas Malayu yang
kaya emas telah meningkatkan prestasi kerajaan.Di abad ke-7, orang Tionghoa
mencatat bahwa terdapat dua kerajaan di Sumatera yaitu Malayu dan Kedah dan
tiga kerajaan di Jawa menjadi bagian imperium Sriwijaya.Di akhir abad ke-8
beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara dan Holing berada di bawah
kekuasaan Sriwijaya.
Menurut catatan, pada masa ini pula wangsa
Melayu-Budha Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa
disana.Berdasarkan prasasti Kota Kapur, imperium menguasai bagian selatan
Sumatera hingga Lampung, mengontrol perdagangan di Selat Malaka, Laut China
Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.Di abad ini pula, Langkasuka di
semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan. Di masa berikutnya, Pan Pan dan
Trambralinga, yang terletak di sebelah utara Langkasuka, juga berada di bawah
pengaruh Sriwijaya
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung
Malaya, menjadikan Sriwijaya mengontrol dua pusat perdagangan utama di Asia
Tenggara.Berdasarkan observasi, ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di
Thailand dan Kamboja.Di abad ke-7, pelabuhan Cham di sebelah timur Indochina
mulai mengalihkan banyak pedagang dari Sriwijaya.
Untuk mencegah
hal tersebut, Maharaja Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota
pantai di Indochina.Kota Indrapura di tepi sungai Mekong, di awal abad ke-8
berada di bawah kendali Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasinya atas
Kamboja, sampai raja Khmer Jayawarman II, pendiri imperium Khmer, memutuskan
hubungan dengan kerajaan di abad yang sama.
Setelah
Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa pada periode 792
sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis, Samaratungga tidak
melakukan ekspansi militer, tetapi lebih memilih untuk memperkuat penguasaan
Sriwijaya di Jawa. Selama masa kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur di
Jawa Tengah yang selesai pada tahun 825.
Di abad ke-9, wilayah imperium Sriwijaya meliputi
Sumatera, Sri Lanka, Semenanjung Malaya, Jawa Barat, Sulawesi, Maluku,
Kalimantan, dan Filipina. Dengan penguasaan tersebut, kerajaan Sriwijaya
menjadi kerajaan maritim yang hebat hingga abad ke-13 .
Post A Comment:
0 comments: