About

About

slider

Recent

Total Pageviews

Powered by Blogger.

About us

Followers

Followers

Navigation

SHALAT

SHALAT

Hasil gambar untuk GAMBAR SHALAT

A.    Pengertian Shalat
Secara etimologi shalat berarti do’a dan secara terminology (istilah), para ahli Fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki.
Secara lahiriah Shalat berarti ‘Beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan’(Sidi Gazalba: 88).
Secara hakiki Shalat ialah ‘Berhadapan hati, jiwa dan raga kepada Allah,secara yang mendatangkan rasa takut kepada-Nya atau mendhairkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan perbuatan’ (Hasbi Asy-syidiqi: 59)
Dalam pengertian lain Shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk ibadah yang didalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ (Imam Basyahri Assayuthi: 30).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Shalat adalah Suatu ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ berupa penyerahan diri secara lahir batin kepada Allah dalam rangkah ibadah dan memohon ridho-Nya.
Menurut  A. Hasan (1991) Baqha (1984), Muhammad bin Qasim As-Syafi’i (1982) dan Rasyid (1976) shalat menurut bahasa Arab berarti berdo’a. ditambahakan oleh Ash-Shiddiqy  (1983) bahwa perkataan shalat dalam bahasa Arab berarti do’a memohon kebajikan dan pujian. Sedangkan secara hakekat mengandung pengertian “berhadap (jiwa) kepada Allah dan mendatangkan takut kepadanya, serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa keagungan, kebesaran-Nya dan kesempurnaan kekuasaannya.
Solat yang berarti do’a terlihat dari firman Allah dalam Surah At-Taubah ayat 103:
Artinya: “dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka”
Secara dimensi Fiqh shalat adalah beberapa ucapan atau rangkaian ucapan dan perbuatan (gerakan) yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam yang dengannya kita beribadah kepada Allah, dan menurut syarat-syarat yang telah di tentukan oleh Agama.
B.     Dalil-dalil yang Mewajibkan Shalat
Solat merupakan salah satu kewajiban yang menduduki kedua setelah syahadat dalam rukun islam. Sehingga di dalam Al-Qur’an dan hadits banyak sekali dijelaskan mengenai kewajiban untuk mengerjakan solat. Diantara dalil Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai kewaiban salat adalah:
Firman Allah dalam surah Al-Bayyinah ayat 5:
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.”
Firman-Nya yang lain dalam surah An-Nisa ayat 103:
Artinya:“Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
Sedangkan hadits-hadits yang menjelakan tentang kewajiban solat antara lain adalah:
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu terdiri atas lima rukun. Mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan sesungguhnya Muhammat itu adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, hajji ke Baitullah dan puasa Ramadlan. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 333]
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: بَيْنَ الرَّجُلِ وَ بَيْنَ اْلكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ. الجماعة الا البخارى و النسائى، فى نيل الاوطار 1: 340
Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “(Yang membedakan) antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan shalat”. [HR. Jama’ah, kecuali Bukhari dan Nasai, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 340]
عَنْ بُرَيْدَةَ رض قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: اَلْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ. فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ. الخمسة، فى نيل الاوطار 1: 343
Dari Buraidah RA, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa meninggalkannya, maka sungguh ia telah kufur”. [HR. Khamsah, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 343]
عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ اَنَّ اَعْرَابِيًّا جَاءَ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص ثَائِرَ الرَّأْسِ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ ! قَالَ: الصَّلَوَاتُ اْلخَمْسُ، اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا. قَالَ: اَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الصّيَامِ ! قَالَ: شَهْرُ رَمَضَانَ اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا. قَالَ: اَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الزَّكَاةِ ! قَالَ: فَاَخْبَرَهُ رَسُوْلُ اللهِ ص بِشَرَائِعِ اْلاِسْلاَمِ كُلّهَا. فَقَالَ: وَ الَّذِى اَكْرَمَكَ، لاَ اَطَّوَّعُ شَيْئًا وَ لاَ اَنْقُصُ مِمَّا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ شَيْئًا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص. اَفْلَحَ اِنْ صَدَقَ اَوْ دَخَلَ اْلجَنَّةَ اِنْ صَدَقَ. احمد و البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار 1: 335
Dari Thalhah bin ‘Ubaidillah, bahwa seorang Arab gunung datang kepada Rasulullah SAW dalam keadaan rambutnya kusut, lalu ia bertanya, “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari shalat ?”. Beliau bersabda, “Shalat-shalat yang lima, kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya, “Beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari puasa ?”. Beliau SAW bersabda, “Puasalah bulan Ramadlan, kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya lagi, “Beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari zakat ?’. Thalhah berkata : Lalu Rasulullah SAW memberitahukan kepadanya tentang syariat-syariat Islam seluruhnya. Lalu orang Arab gunung itu berkata, “Demi Allah yang telah memuliakan engkau, saya tidak akan menambah sesuatu dan tidak akan mengurangi sedikitpun dari apa-apa yang telah diwajibkan oleh Allah kepada saya”. Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Pasti ia akan bahagia, jika benar. Atau pasti ia akan masuk surga jika benar (ucapannya)”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 335]
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Diwajibkan shalat itu pada Nabi SAW pada malam Isra’, lima puluh kali. Kemudian dikurangi sehingga menjadi lima kali, kemudian Nabi dipanggil, “Ya Muhammad, sesungguhnya tidak diganti (diubah) ketetapan itu di sisi-Ku. Dan sesungguhnya lima kali itu sama dengan lima puluh kali”. [HR. Ahmad, Nasai dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi menshahihkannya, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 334]
Dari ‘Asy-Sya’bi bahwa ‘Aisyah RA pernah berkata : Sungguh telah difardlukan shalat itu dua rekaat dua rekaat ketika di Makkah. Maka tatkala Rasulullah SAW tiba di Madinah (Allah) menambah pada masing-masing dua rekaat itu dengan dua rekaat (lagi), kecuali shalat Maghrib, karena sesungguhnya shalat Maghrib itu witirnya siang, dan pada shalat Fajar (Shubuh), karena panjangnya bacaannya”. Asy-Sya’bi berkata, “Dan adalah Rasulullah SAW apabila bepergian (safar), beliau shalat sebagaimana pada awalnya (dua rekaat)”. [HR. Ahmad 6 : 241]
C.    Syarat-Syarat Shalat
Para ulama membagi syarat shalat menjadi dua macam, pertama syarat wajib, dan yang ke dua syarat sah. Syarat wajib adalah sayarat yang menyebabkan seseorang wajib melaksanakan shalat. Sedangkan syarat sah adalah syarat yang menjadikan shalat seseorang diterima secara syara’ di samping adanya kriteria lain seperti rukun.
Syarat wajib salat adalah sebagai berikut:
1.      Islam, shalat diwajibkan terhadap orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, dan tidak diwajibkan bagi orang kafir atau nin muslim. Orang kafir tidak dituntut untuk melaksanakan shalat, namun mereka tetap menerima hukuman di akhirat. Walaupun demikian orang kafir apabila masuk Islam tidak diwajibkan membayar shalat yang ditinggalkannya selama kafir, demikian menurut kesepakatannya para ulama. Allah SWT berfirman: Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu[609]: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu. (QS 8:38)
عن عمر و بن عا ص ا ن ا لنبي صلو ا لله عليه و سلم قا ل: ا لا سلا م يجب ما قبله. رو ا ه احمد و ا لطبرا نى و ا لبيهقي
Dari Amr bin Ash bahwa Nabi SAW bersabda: islam memutuskan apa yang sebelumnya (sebelum masuk islam). HR Ahmad, Al-Thabrani dan Al-baihaqi).
2.      Baligh, anak-anak kecil tidak dikenakan kewajiban shalat berdasarkan sabda Nabi SAW, yang artinya:
Dari Ali r.a. bahwa Nabi SAW berkata: Diangkatkan pena ( tidak ditulis dosa) dalam tiga perkara: Orang gila yang akalnya tidak berperan sampai ia sembuh, orang tidur sampai ia bangun dan dari anak-anak sampai dia baligh. (HR Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim).
3.      Berakal. Orang gila, orang kurang akal (ma’tuh) dan sejenisnya seperti penyakit sawan (ayan) yang sedang kambuh tidak diwajibkan shalat, karena akal merupakan prinsip dalam  menetapkan kewajiban (taklif), demikian menurut pendapat jumhur ulama alasannya adalah hadits yang diterima dari Ali r.a. yang artinya:
“dan dari orang gila yang tidak berperan akalnya sampai dia sembuh”
Namun demikian menurut Syafi’iyah disunatkan meng-qadha-nya  apabila sudah senbuh. Akan tetapi golongan Hanabilah berpendapat, bagi orang yang tertutup akalnya karena sakit atau sawan (ayan) wajib mneg-qadha shalat. Hal ini diqiyaskan kepada puasa, Karena puasa tidak gugur disebabkan penyakit tersebut.
4.      Suci dari hadats
5.      Suci seluruh anggota badan pakaian dan tempat
6.      Menutup aurat
7.      Masuk waktu yang telah ditentukan
8.       Menghadap kiblat
9.      Mengetahui mana rukun wajib dan sunah.
Adapun syarat sah sholat adalah sebagai berikut:
Ø  Mengetahui masuk waktu. Shalat tidak sah apabila seseorang yang melaksanakannya tidak mengetahui secara pasti atau dengan persangkaan yang berat bahwa waktu telah masuk, sekalipun ternyata dia shalat dalam waktunya. Demikian juga dengan orang yang ragu, shalatnya tidak sah. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.(QS. An-Nisa:103).
Ø  Suci dari hadas kecil dan hadas besar. Penyucian hadas kecil dengan wudu’ dan penyucian hadas besar dengan mandi. Nabi Muhammad SAW bersabda, yang artinya: “Dari Umar r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat seseorang yang tidak suci. (HR. Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari).
“Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat seorang kamu  apabila berhadas hingga dia bersuci. (HR. Bukhari dan Muslim).
Ø  Suci badan, pakaian dan tempat dari na’jis hakiki. Untuk keabsahan shalat disyariatkan suci badan, pakaian dan tempat dari na’is yang tidak dimaafkan, demikian menurut pendapat jumhur ulama tetapi menurut pendapat yang masyhur dari golongan Malikiyah adalah sunnah muakkad.
Ø  Menutup aurat. Seseorang yang shalat disyaratkan menutup aurat, baik sendiri dalamkeadaan terang maupun sendiri dalam gelap. Allah SWt berfirman: “pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid”(QS. 4:31).
Ø  Menghadap kiblat. Ulama sepakat bahwa syarat sah shalat. Allah SWT berfirman: “Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya. (QS. 2:150)
Mengahadap kiblat dikecualikan bagi orang  yag melaksanakan sholat Al-khauf  dan sholat sunat diatas kendaraan bagi orang musafir dalam perjalanan. Golongan Malikiyah mengaitkan dengan situasi aman dari musuh, binatang buas dan ada kesanggupan. Oleh karena itu tudak wajib mengahadao kiblat apabila ketakutan atau tidak sanggup (lemah) setiap orang sakit.
Ulama sepakat bagi orang yang menyaksikan ka’bah wajib menghadap ke ka’bah sendir secara tepat. Akan tetapi bagi orang yang tidak menyaksikannya, karena jauh di luar kota makkah, hanya wajib menghadapakan muka kea arah ka’bah, demikian pendapat junhur ulama. Sedangkan Imam Syafi’I Berendapat mesti menghadapkan muka ke ka’bah itu sendiri sebagaimana halnya orang yang berada di kota mekah.  Caranya mesti di niatkan dalam hati bahwa menghadap itu tepat pada ka’bah.
Ø  Niat. Golongan hanafiyah dan Hanabilah memandang niat sebagai syarat sah shalat, demikian juga pendapat yang lebih kuat dari kalangan Malikiyah.
D.    Cara Mengerjakan Shalat
Menurut golongan Malikiyah cara-cara /rukun-rukun mengerjakan sholat adalah sebagai berikut:
Ø  Niat
Ø  Takbirtul Ihram
Ø  Berdiri waktu takbiratul ihram
Ø  Membaca al-fatihah dalam shalat berjama’ah dan salat sendirian
Ø  Berdiri waktu membaca al-fatihah Ruku’
Ø  Bangkit dari ruku’
Ø  Sujud
Ø  Duduk antara dua sujud
Ø  Mengucapkan salam
Ø  Duduk di waktu mengucapkan salam
Ø  Tumaninah pada seluruh rukun I’tidal sesudah ruku’ dan sujud.
E.     Rukun Shalat
*      Niat
*      Takbiratul ihram
*      Berdiri tegak, bagi yang kuasa ketika shalat fardhu. Boleh duduk,atau berbareng bagi yang sedang sakit.
*      Membaca surat Al-Fatihah pada tiap-tiap raka’at
*      Ruku’ dengan tumakninah
*      I’tidal dengan tumakninah
*      Sujud dua kali dengan tumakninah
*      Duduk antara dua sujud dengan tumakninah
*      Duduk tasyahud akkhir dengan tumakninah
*      Membaca tasyahud akhir
*      Membaca shalawat nabi pada tasyahud akhir
*      Membaca salam yang pertama
*      Tertib; (Berurutan sesuai rukun-rukunnya)
F.     Hal-hal yang Membatalkan Shalat
Shalat akan batal atau tidak sah apabila salah satu rukunnya tidak dilaksanakan atau ditinggalkan dengan sengaja. Adapun hal-hal yang dapat membatalkan shalat adalah sebagai berikut :
Ø  Berhadats
Ø  Terkena Najis yang tidak dimaafkan
Ø  Berkata-kata dengan sengaja di;luar bacaan shalat
Ø  Terbuka auratnya
Ø  Mengubah niat, missal ingin memutuskan shalat (niat berhenti shalat)
Ø  Makan atau /minum.walau sedikit
Ø  Bergerak tiga kali berturut-turut, diluar gerakan shalat
Ø  Membelakangi kiblat
Ø  Menambah rukun yang berupa perbuatan, seperti menambah ruku’sujud atau lainnya dengan sengaja
Ø  Tertawa terbahak-bahak
Ø  Mendahului Imam dua rukun.
Ø  Murtad, keluar dari Islam.
G.    Sunnah dan Makruh dalam Melakukan Shalat
Waktu mengerjakan shalat ada ,dua sunah, yaitu sunah Ab’adh dan sunah Hai’at.
1.      Sunnah
a.       Sunah Ab’adh
1)      Membaca tasyahud awal
2)      Membaca shalawat pada tasyahud awal
3)      Membaca shalawat atas keluarga Nabi SAW pada tasyahud akhir
4)      Membaca Qunut pada shalat Subuh dan shalat witir.
b.      Sunah Hai’at
1)      Mengangkat keduabelah tangan ketika takbiratul ikhram,ketika akan ruku’ dan ketika berdiri dari ruku’.
2)      Meletakan telapak tangan yang kanan diatas pergelangan tangan kiri ketika sedekap,
3)      Membaca do’a Iftitah sehabis takbiratul ikhram.
4)      Membaca Ta’awwudz ketika hendak membaca fatihah,
5)      Membaca Amiin ketika sesudah membaca Fatihah,
6)      Membaca surat Al-Qor’an pada dua raka’t permulaan sehabis membaca Fatihah,
7)      Mengeraskan bacaan Fatihah dan surat pada raka’at pertama dan kedua, pada shalat magrib, isya’ dan subuh selain makmum.
8)      Membaca Takbir ketika gerakan naik turun,
9)      Membaca tasbih ketika ruku’ dan sujud.
10)  Membaca “sami’allaahu liman hamidah” ketika bangkit dari ruku’ dan membaca “Rabbanaa lakal Hamdu” ketika I’tidal,
11)  Meletakan kedua telapak tangan diatas paha ketika duduk tasyahud awal dan tasyahud akhir,dengan membentangkan yang kiri dan mengenggamkan yang kanan, kecuali jari telunjuk.
12)  Duduk Iftirasy  dalam semua duduk shalat,
13)  Duduk Tawarruk pada duduk tasyahud akhir
14)  Membaca salam yang kedua.
15)  Memalingkan muka ke kanan dan ;kekiri ketika membaca salam pertama dan kedua
2.      Makruh Shalat
Orang yang sedang shalat dimakruhkan :
a.       Menaruh telapak tangan di dalam lengan bajunya ketika Takbiratul ikhram, ruku’ dan sujud.
b.      Menutup mulutnya rapat rapat.
c.       Terbuka kepalanya,
d.      Bertolak pinggang,
e.       Memalingkan muka ke kiri dan ke kanan.
f.       Memejamkan mata,
g.      Menengadah ke langit,
h.      Menahan hadats
i.        Berludah,
j.        Mengerjakan shalat di atas kuburan,
k.      Melakukan hal-hal yang mengurangi kekhusukan shalat.
H.    Perbedaan Laki-laki Dan Perempuan Dalam Shalat
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
1.
2.
3.
4.
5.
Merenggangkan kedua siku tangannya dari kedua lambungnya waktu ruku’ dan sujud.
Waktu ruku’ dan sujud mengangkat perutnya  dari pahanya.
Menyaringkan suaranya /bacaanya dikeraskan di tempatr keras.
Bila member tahu sesuatu Membaca Tasbih, yakni ‘Subhaanallah’
Auratnya barang antara Pusar dan lutut.
1.
2.
3.
4.
5.
Merapatkan satu anggota kepada anggota lainnya.
Meletakan perutnya pada dua tangan/ sikunya ketika sujud.
Merendahkan suaranya/ bacaanya dihadapan laki-laki lain yang bukan muhrimnya.
Bila memberitahu sesuatu dengan bertepuk tangan,yakni tangan kanan ditepukkan ke punggung telapak tangan kiri.
Auratnya seluruh anggouta tubuh kecuali bagian muka dan kedua telapak tangan




I.       Macam-Macamnya Shalat
Sholat terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1.      Sholat Fardhu (الصَّلَاةُ المَفْرُوْضَةُ)
Shalat Fardhu atau yang sering kita sebut dengan shalat wajib adalah sholat yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dari Allah SWT, dan apabila ditinggalkan akan mendapatkan dosa. Dengan kata lain ibadah ini hukumnya wajib kita kerjakan, karena apabila kita satu waktu saja meninggalkannya, maka kita akan mendapatkan dosa dari Allah SWT. Shalat fardhu sendiri juga dibedakan menjadi 2, yaitu :
a.       Fardhu Ain : Ini merupakan suatu kewajiban untuk menjalankan shalat bagi tiap-tiap umat muslim/ mukallaf dan tidak boleh ditinggalkan ataupun diwakilkan kepada orang lain.
Syarat – Syarat Melaksanakan Shalat
1)      Beragama islam
2)      Baligh dan berakal sehat
3)      Suci dari hadast
4)      Suci seluruh anggota tubuh, pakaian, dan tempat
5)      Menutup aurat
6)      Telah masuk waktu yang telah ditentukan untuk masing-masing shalat
7)      Menghadap kiblat
8)      Mengetahui antara yang termasuk rukun dan sunnah shalat
Rukun dan Tata Cara Shalat
1)      Niat diucapkan ketika kita telah berdiri tegak dan menghadap ke kiblat dan niat yang kita ucapkan harus sesuai dengan shalat yang akan kita kerjakan, misalnya saja shalat subuh. Dan saat membaca niat, sebaiknya dilakukan di dalam hati dengan bersungguh-sungguh. Untuk bacaan niat dari masing-masing shalat akan dijabarkan selanjutnya.
2)      Berdiri tegak: Bagi mereka yang sedang sakit, shalat bisa dilakukan sambil duduk atau berbaring
3)      Takbiratul Ihram: adalah tindakan dengan mengangkat kedua belah tangan yang disertai dengan bacaan takbir, yaitu :
الله أَكْبَر
Artinya “Allah Maha Besar.”
4)      Membaca do’a iftitah pada rakaat pertama
5)      Pada setiap rakaat membaca Al-Fatihah: Setelah itu, dilanjutkan membaca surat-surat pendek, misalnya Surat Al-Ikhlas, Surat An-Nas, dan lainnya.
6)      Ruku’ dengan thuma’ninah
7)      I’tidal
8)      Sujud sebanyak 2 kali
9)      Duduk diantara dua sujud
10)  Duduk Tasyadud/ Tahiyat awal
11)  Duduk Tasyadud akhir
12)  Membaca salam
Yang tergolong jenis shalat fardhu yang hukumnya fardhu ain adalah :
1)      Shalat lima waktu: Perintah untuk mengerjakan shalat lima waktu bermula dari peristiwa penting isra’ dan mi’raj yang dialami oleh Nabi Muhammad Sholallahu Alaihi Wassalam yang terjadi pada tanggal 27 Rajab 621 M, atau sekitar 3 tahun sebelum hijrah.
Dalam hal ini adalah sholat 5 waktu dalam sehari semalam, yaitu:
Ø Dzuhur (الظُهْرُ) : waktunya dari tergelincirnya matahari kearah barat sampai panjang bayangan dua kali lipat dari panjang benda aslinya
Ø 'Ashar (العَصْرُ) : waktunya dari panjang bayangan dua kali lipat dari panjang benda aslinya sampai tenggelamnya matahari.
Ø Magrib (المَغْرِبُ) : waktunya dari tenggelamnya matahari sampai hilangnya mendung merah dilangit.
Ø 'Isya' (العِشَاءُ) : waktunya dari hilangnya mendung merah dilangit sampai munculnya fajar shodiq.
Ø Fajar (الفَجْرُ) atau Shubuh (الصُّبْحُ) : waktunya dari menculnya fajar shodiq sampai terbitnya matahari.
2)      Shalat Jum’at
Shalat jum’at adalah shalat yang dikerjakan pada hari jum’at sebanyak 2 rakaat secara berjamaah. Shalat ini dikerjakan setelah penyampaian khutbah yang dilakukan oleh khotib. Hukum shalat jum’at adalah fardhu ain bagi setiap muslim / mukallah laki-laki yang sehat dan bermukim. Allah SWT telah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلاَةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (Q.S. Al- Jum’ah ayat 9)
·         Syarat syahnya shalat jum’a
·         Dilakukan di tempat-tempat tertentu
  • Diikuti setidaknya oleh 40 orang laki-laki
  • Dilaksanakan pada waktu dzuhur
  • Didahului dengan dua khutbah.
Niat shalat Jum’at :
اُصَلِّيْ فَرْضَ الجُمْعَةِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً مَاْمُوْمًا لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya: “Aku berniat melakukan shalat jum’at 2  rakaat, dengan menghadap qiblat, saat ini, menjadi mamum, karena Allah ta’ala.”
b.      Fardhu Kifayah: Ini merupakan suatu kewajiban bagi umat muslim / mukallaf yang telah dianggap cukup atau sah meskipun dikerjakan oleh sebagin orang saja, dan apabila tidak ada satu orangpun yang mengerkjakannya, maka akan menimbulkan dosa. Yang termasuk dalam shalat fardhu kifayah adalah :
1)      Shalat Jenazah
Syarat melaksanakan shalat jenazah :
·         Sama halnya dengan shalat pada umumnya, dalam melaksanakan shalat jenazah seseorang harus menutup aurat, suci dari hadast (baik hadast besar maupun kecil) dan najis baik badan, pakaian, maupun tempat ibadah, serta dilakukan dengan menghadap ke arah kiblat
·         Jenazah telah dimandikan dan dikafani
·         Jenazah diletakkan di sebelah kiblat orang yang menyalatinya, kecuali apabila shalat tersebut dilakukan di atas kubur atau shalat ghaib.
Rukun dan tata cara melaksanakan shalat jenazah :
Ø  Niat menyengaja melakukan shalat atas jenazah dengan empat kali takbir dan menghadap ke arah kiblat yang dilakukan semata-mata karena Allah Ta’ala. Adapun niat adalah :
Untuk Mayat Laki Laki
للهِ تَعَالَى أُصَلِّي عَلَى هَذَا اْلمَيِّتِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةِ
Artinya: “Aku berniat shalat atas mayit laki-laki ini empat takbir fardhu kifayah karena Allah.”
Untuk Mayat Perempuan
هَذِهِ اْلمَيْتَةِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةِ للهِ تَعَالَى أُصَلِّي عَلَى
Artinya:“Aku berniat shalat atas mayit perempuan ini empat takbir fardhu kifayah karena Allah.”
Ø  Dilakukan dengan posisi berdiri tanpa ruku’ dan sujud
Ø  Setelah melakukan takbiratul ihram yang pertama diiringi dengan membaca surat Al-fatihah
Ø  Setelah takbir yang kedua, membaca sholawat Nabi Muhammad SAW :
Ø  Setelah takbir ketiga, membaca do’a :
Ø  Dan setelah takbir yang keempat, membaca do’a :
Ø  Membaca salam :
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
2.       Sholat Sunnah
Macam shalat sunah adalah:
a.      Shalat Wudhu,Yaitu shalat sunnah dua rakaat yang bisa dikerjakan setiap selesai wudhu, niatnya :Ushalli sunnatal wudlu-I rak’ataini lillahi Ta’aalaa’ artinya : ‘aku niat shalat sunnah wudhu dua rakaat karena Allah
b.      Shalat Tahiyatul Masjid, yaitu shalat sunnah dua rakaat yang dikerjakan ketika memasuki masjid, sebelum duduk untuk menghormati masjid. Rasulullah bersabda: ‘Apabila seseorang diantara kamu masuk masjid, maka janganlah hendak duduk sebelum shalat dua rakaat lebih dahulu’ (H.R. Bukhari dan Muslim).
Niatnya : Ushalli sunnatal Tahiyatul Masjidi  rak’ataini lillahi Ta’aalaa’ Artinya : ‘aku niat shalat sunnah tahiyatul masjid dua rakaat karena Allah
c.       Shalat Dhuha. Adalah shalat sunnah yang dikerjakan ketika matahari baru naik. Jumlah rakaatnya minimal 2 maksimal 12. Dari Anas berkata Rasulullah ‘Barang siapa shalat Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana disurga’ (H.R. Tarmiji dan Abu Majah).
Niatnya :‘Ushalli sunnatal Dhuha rak’ataini lillahi Ta’aalaa’ Artinya : ‘aku niat shalat sunnah dhuha dua rakaat karena Allah.
d.      Shalat Rawatib. Adalah shalat sunnah yang dikerjakan mengiringi shalat fardhu.
1)      Qabliyah, adalah shalat sunnah rawatib yang dikerjakan sebelum shalat wajib. Waktunya : 2 rakaat sebelum shalat subuh, 2 rakaat sebelum shalat Dzuhur, 2 atau 4 rakaat sebelum shalat Ashar, dan 2 rakaat sebelum shalat Isya’.
Niatnya: ‘Ushalli sunnatadh Dzuhri*  rak’ataini Qibliyyatan lillahi Ta’aalaa* bisa diganti dengan shalat wajib yang akan dikerjakan.
2)      Ba’diyyah, adalah shalat sunnah rawatib yang dikerjakan setelah shalat fardhu. Waktunya : 2 atau 4 rakaat sesudah shalat Dzuhur, 2 rakaat sesudah shalat Magrib dan 2 rakaat sesudah shalat Isya.
Niatnya :‘Ushalli sunnatadh Dzuhri*rak’ataini Ba’diyyatan lillahi Ta’aalaa
* bisa diganti dengan shalat wajib yang akan dikerjakan.
e.       Shalat Tahajud, adalah shalat sunnah pada waktu malam. Sebaiknya lewat tengah malam. Dan setelah tidur. Minimal 2 rakaat maksimal sebatas kemampuan kita. Keutamaan shalat ini, diterangkan dalam Al-Qur’an. ‘Dan pada sebagian malam hari bershalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ketempat yang terpuji’(Q.S. Al Isra : 79 ).
Niatnya :‘Ushalli sunnatal tahajjudi  rak’ataini lillahi
f.       Shalat Istikharah, adalah shalat sunnah dua rakaat untuk meminta petunjuk yang baik, apabila kita menghadapi dua pilihan, atau ragu dalam mengambil keputusan. Sebaiknya dikerjakan pada 2/3 malam terakhir.
Niatnya :‘Ushalli sunnatal Istikharah  rak’ataini lillahi Ta’aalaa
g.      Shalat Hajat, adala shalat sunnah dua rakaat untuk memohon agar hajat kita dikabulkan atau diperkenankan oleh Allah SWT. Minimal 2 rakaat maksimal 12 rakaat dengan salam setiap 2 rakaat.
Niatnya :‘Ushalli sunnatal Haajati  rak’ataini lillahi Ta’aalaa
h.      Shalat Mutlaq, adalah shalat sunnah tanpa sebab dan tidak ditentukan waktunya, juga tidak dibatasi jumlah rakaatnya. ‘Shalat itu suatu perkara yang baik, banyak atau sedikit’ (Al Hadis).
Niatnya :‘Ushalli sunnatal rak’ataini lillahi Ta’aalaa
i.        Shalat Taubat, adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah merasa berbuat dosa kepada Allah SWT, agar mendapat ampunan-Nya.
Niatnya: Ushalli sunnatal Taubati  rak’ataini lillahi Ta’aalaa
j.        Shalat Tasbih, adalah shalat sunnah yang dianjurkan dikerjakan setiap malam, jika tidak bisa seminggu sekali, atau paling tidak seumur hidup sekali. Shalat ini sebanyak empat rakaat, dengan ketentuan jika dikerjakan pada siang hari cukup dengan satu salam, Jika dikerjakan pada malam hari dengan dua salam. Cara mengerjakannya
Niatnya : ‘Ushalli sunnatan tasbihi raka’ataini lilllahi ta’aalaa’ artinya ‘aku niat shalat sunnah tasbih dua rakaat karena Allah
1)      Usai membaca surat Al Fatehah membaca tasbih 15 kali.
2)      Saat ruku’, usai membaca do’a ruku membaca tasbih 10 kali
3)      Saat ‘itidal, usai membaca do’a ‘itidal membaca tasbih 10 kali
4)      Saat sujud, usai membaca doa sujud membaca tasbih 10 kali
5)      Usai membaa do’a duduk diantara dua sujud membaca tasbi 10 kali.
6)      Usai membaca doa sujud kedua membaca tasbih 10 kali.
Jumlah keseluruhan tasbih yang dibaca pada setiap rakaatnya sebanyak 75 kali. Lafadz bacaan tasbih yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Subhanallah wal hamdu lillahi walaa ilaaha illallahu wallahu akbar
k.      Shalat Tarawih,  adalah shalat sunnah sesudah shalat Isya’pada bulan Ramadhan. Menegenai bilangan rakaatnya disebutkan dalam hadis. ‘Yang dikerjakan oleh Rasulullah saw, baik pada bulan ramadhan atau lainnya tidak lebih dari sebelas rakaat’ (H.R. Bukhari). Dari Jabir ‘Sesungguhnya Nabi saw telah shallat bersama-sama mereka delapan rakaat, kemudian beliau shalat witir.’ (H.R. Ibnu Hiban)
Pada masa khalifah Umar bin Khathtab, shalat tarawih dikerjakan sebanyak 20 rakaat dan hal ini tidak dibantah oleh para sahabat terkenal dan terkemuka. Kemudian pada zaman Umar bin Abdul Aziz bilangannya dijadikan 36 rakaat. Dengan demikian bilangan rakaatnya tidak ditetapkan secara pasti dalam syara’, jadi tergantung pada kemampuan kita masing-masing, asal tidak kurang dari 8 rakaat.
Niat Shalat Tarawih : ‘Ushalli sunnatan Taraawiihi rak’ataini (Imamam / makmuman) lillahi ta’aallaa
l.        Shalat Witir,adalah shalat sunnat mu’akad (dianjurkan) yang biasanya dirangkaikan dengan shalat tarawih, Bilangan shalat witir 1, 3, 5, 7 sampai 11 rakaat. Dari Abu Aiyub, berkata Rasulullah ‘Witir itu hak, maka siapa yang suka mengerjakan lima, kerjakanlah. Siapa yang suka mengerjakan tiga, kerjakanlah. Dan siapa yang suka satu maka kerjakanlah’(H.R. Abu Daud dan Nasai). Dari Aisyah : ‘Adalah nabi saw. Shalat sebelas rakaat diantara shalat isya’ dan terbit fajar. Beliau memberi salam setiap dua rakaatdan yang penghabisan satu rakaat’ (H.R. Bukhari dan Muslim)
Niatnya: Ushalli sunnatal witri rak’atan lillahi ta’aalaa’artinya : ‘Aku niat shalat sunnat witir dua rakaat karena Allah
m.    Shalat Hari Raya, adalah shalat Idul Fitri pada 1 Syawal dan Idul Adha pada 10 Dzulhijah. Hukumnya sunat Mu’akad (dianjurkan).’Sesungguhnya kami telah memberi engkau (yaa Muhammad) akan kebajikan yang banyak, sebab itu shalatlah engkau dan berqurbanlah karena Tuhanmu ‘ pada Idul Adha – ‘(Q.S. Al Kautsar.1-2)Dari Ibnu Umar ‘Rasulullah, Abu Bakar, Umar pernah melakukan shalat pada dua hari raya sebelum berkhutbah.’(H.R. Jama’ah).
Niat Shalat Idul Fitri : ‘Ushalli sunnatal li’iidil fitri rak’ataini (imamam / makmumam) lillahita’aalaa’.
Niat Shalat Idul Adha : ‘Ushalli sunnatal li’iidil Adha rak’ataini (imamam / makmumam) lillahita’aalaa’.
Waktu shalat hari raya adalah setelah terbit matahari sampai condongnya matahari. Syarat, rukun dan sunnatnya sama seperti shalat yang lainnya. Hanya ditambah beberapa sunnat sebagai berikut:
1)      Berjamaah
2)      Takbir tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali pada rakat kedua
3)      Mengangkat tangan setinggi bahu pada setiap takbir.
4)      Setelah takbir yang kedua sampai takbir yang terakhir membaca tasbih.
5)      Membaca surat Qaf dirakaat pertama dan surat Al Qomar di rakaat kedua. Atau surat A’la dirakat pertama dan surat Al Ghasiyah pada rakaat kedua.
6)      Imam menyaringkan bacaannya.
7)      Khutbah dua kali setelah shalat sebagaimana khutbah jum’at
8)      Pada khutbah Idul Fitri memaparkan tentang zakat fitrah dan pada Idul Adha tentang hukum-hukum Qurban.
9)      Mandi, berhias, memakai pakaian sebaik-baiknya.
10)  Makan terlebih dahulu pada shalat Idul Fitri pada Shalat Idul Adha sebaliknya.
n.      Shalat Khusuf, adalah shalat sunat sewaktu terjadi gerhana bulan atau matahari. Minimal dua rakaat. Caranya mengerjakannya :
1)      Shalat dua rakaat dengan 4 kali ruku’ yaitu pada rakaat pertama, setelah ruku’ dan I’tidal membaca fatihah lagi kemudian ruku’ dan I’tidal kembali setelah itu sujud sebagaimana biasa. Begitu pula pada rakaat kedua.
2)      Disunatkan membaca surat yang panjang, sedang membacanya pada waktu gerhana bulan harus nyaring sedangkan pada gerhana matahari sebaliknya. Niat shalat gerhana bulan : ‘Ushalli sunnatal khusuufi rak’atain lillahita’aalaa’.
o.      Shalat Istiqa’,adalah shalat sunat yang dikerjakan untuk memohon hujan kepada Allah SWT.
Niatnya ‘‘Ushalli sunnatal Istisqaa-I rak’ataini (imamam / makmumam) lillahita’aalaa’.
Syarat-syarat mengerjakana Shalat Istisqa :
1)      Tiga hari sebelumnya agar ulama memerintahkan umatnya bertaobat dengan berpusa dan meninggalkan segala kedzaliman serta menganjurkan beramal shaleh. Sebab menumpuknya dosa itu mengakibatkan hilangnya rejeki dan datangnya murka Allah. ‘Apabila kami hendak membinasakan suatu negeri, maka lebih dulu kami perbanyak orang-orang yang fasik, sebab kefasikannyalah mereka disiksa, lalu kami robohkan (hancurkan) negeri mereka sehancur-hancurnya’(Q.S. Al Isra’ : 16).
2)      Pada hari keempat semua penduduk termasuk yang lemah dianjurkan pergi kelapangan dengan pakaian sederana dan tanpa wangi-wangian untuk shalat Istisqa’
3)      Usai shalat diadakan khutbah dua kali. Pada khutbah pertama hendaknya membaca istigfar 9 X dan pada khutbah kedua 7 X.
Pelaksanaan khutbah istisqa berbeda dengan khutbah lainnya, yaitu :
§  Khatib disunatkan memakai selendang.
§  Isi khutbah menganjurkan banyak beristigfar, dan berkeyakinan bahwa Allah SWT akan mengabulkan permintaan mereka.
§  Saat berdo’a hendaknya mengangkat tangan setinggi-tingginya.
Saat berdo’a pada khutbah kedua, khatib hendaknya menghadap kiblat membelakangi makmumnya
3.      Sholat Tathowwu' (صَلَاةُ التَّطَوُّعِ)
Yaitu sholat sunnah atau tambahan dari sholat-sholat fardhu 5 waktu.
Sholat Tathowwwu' ini memiliki 2 bentuk:
a.       Sholat Tathowwu' Muthlaq (التَّطَوُّعُ المُطْلَقَةُ): Yaitu sholat sunnah yang batas dan ketentuannya tidak ditentukan oleh syara', dikerjakan dua roka'at-dua roka'at, baik dikerjakan pada siang hari atau malam hari. Akan tetapi, hendaklah sholat tathowwu' ini tidak dilakukan terus menerus seperti sunnah rowatib serta tidak mengarah kepada bid'ah atau serupa dengan pelakunya.
b.      Sholat Tathowwu' Muqoyyad (التَّطَوُّعُ المُقَيَّدُ).: Yaitu sholat yang batas dan ketentuannya telah ditentukan oleh syara'. Dalam hal ini antara lain, sholat-sholat sunnah rowatib, yaitu:
1)      Sholat Rotibah Fajar yaitu sholat 2 rokaat sebelum sholat Fajar.
2)      Sholat Rotibah Dzuhur yaitu sholat 2 atau 4 rokaat sebelum ataupun sesudah Zuhur.
3)      Sholat Rotibah Ashar yaitu sholat 4 rokaat sebelum sholat Ashar.
4)      Sholat Rotibah Maghrib yaitu 2 rokaat sesudah sholat Maghrib.
5)      Sholat Rotibah Isya' yaitu sholat 2 rokaat sesudah sholat Isya'.
Ibnu Umar rodhiallohu anhuma berkata: "Aku mengahafal 10 rokaat (sholat) dari Nabi sholallohu alaihi wa sallam. 2 rokaat sebelum Dzuhur dan 2 rokaat sesudahnya, 2 rokaat setelah maghrib dirumahnya, 2 rokaat setelah isya' dirumahnya, dan 2 rokaat sebelum shubuh disaat Nabi sholallohu alaihi wa sallam tidak boleh dimasuki orang lain". (HR. Bukhori: 118, dan Muslim: 729) Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda:
"مَنْ حَافَظَ عَلَى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَ أَرْبَعٍ بَعْدَهَا حَرَّمَهُ اللهُ عَلَى النَّارِ"
"Barangsiapa yang menjaga 4 rokaat sebelum dzuhur dan 4 rokaat sesudahnya, maka Alloh akan mengaharamkan api neraka baginya". (HR. Ibnu Majah: 1160, dishohihkan Al-Bani di Shohih Ibnu Majah: 1/191) Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda:
"رَحِمَ اللهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ العَصْرِ أَرْبَعًا"
"Alloh mengasihi seseorang yang sholat 4 rokaat sebelum 'Ashar". (HR. Abu Daud: 1271, dishohihkan Al-Bani di Shohih Abu Daud: 1/237)
"رَكْعَتَا الفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَ مَا فِيْهَا"
"dua rokaat fajar lebih baik dari dunia dan seisinya".(HR. Muslim). Sholat-sholat lain yang disyari'atkan dalam bagian ini, antara lain ialah:
1)        Sholat Malam/ Tahajjud/ Tarawih dibulan Romadhon dan witir: 'Aisyah rodhiallohu anha berkata: "Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam sholat antara selesai sholat 'Isya hingga fajar 11 rokaat dengan salam setiap dua rokaat dan witir 1 roka'at". (HR. Muslim: 736)
2)        Sholat Dhuha 2 rokaat sampai dengan 12 rokaat. Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda:
"لَا يُحَافِظُ عَلَى صَلَاةِ الضُّحَى إِلَّا أَوَّابٌ وَهِيَ صَلَاةُ الأَوَّابِيْنَ"
"Tidak ada yang selalu menjaga sholat dhuha kecuali orang-orang yang bertaubat. Itulah Awwabin". (HR. Ibnu Khuzaimah: 2/228. lihat Al-'Ahadits Ash-Shohihah: 1994). Diriwayatkan dari Anas bin malik rodhiallohu ‘anhu berkata: “Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: barangsiapa sholat dhuha 12 roka’at, Alloh bangun baginya sebuah istana dari emas didalam jannah”. (HR. Tirmidzi: 435)
3)        Sholat Tahiyyatul Masjid.
Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda:
"إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ المَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ"
"Apabila salah seorang kalian masuk masjid, mak sholatlah 2 rokaat sebelum dia duduk". (HR. Bukhori: 444 dan Muslim: 714)
J.      Persamaan Dan Perbedaan Pendapat 4 Mazhab Mengenai Sholat
1.      Niat : semua ulama mazhab sepakat bahwa mengungkapkan niat dengan kata-kata tidaklah diminta. (Mughniyah; 2001)
Ibnu Qayyim berpendapat  dalam bukunya Zadul Ma’ad, sebagaimana yang dijelaskan dalam jilid pertama dari buku Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, sebagai berikut : Nabi Muhammad saw bila menegakkan shalat, beliau langsung mengucapkan “Allahu akbar” dan beliau tidak mengucapkan apa-apa sebelumnya, dan tidak melafalkan niat sama sekali. (Mughniyah; 2001)
2.      Takbiratul Ihram : shalat tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Nama takbiratul ihram ini berdasarkan sabda Rasulullah saw : (Mughniyah; 2001)
Kunci shalat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari perbuatan sesuatu selain  perbuatan-perbuatan shalat) adalah takbir, dan penghalalnya adalah salam.”
Maliki dan Hambali : kalimat takbiratul ihram adalah “Allah Akbar” (Allah Maha Besar) tidak boleh menggunakan kata-kata lainnya. (Mughniyah; 2001) Syafi’i : boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan ”Allahu Al-Akbar”, ditambah dengan alif dan lam pada kata “Akbar”. (Mughniyah; 2001) Hanafi : boleh dengan kata-kata lain yang sesuai atau sama artinya dengan kata-kata tersebut, seperti “Allah Al-A’dzam” dan “Allahu Al-Ajall” (Allah Yang Maha Agung dan Allah Yang Maha Mulia). (Mughniyah; 2001)
Syafi’i, Maliki dan Hambali sepakat bahwa mengucapkannya dalam bahasa Arab adalah wajib, walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam (bukan orang Arab). (Mughniyah; 2001) Hanafi : Sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja, walau yang bersangkutan bisa bahasa Arab. (Mughniyah; 2001) Semua ulama mazhab sepakat : syarat takbiratul ihram adalah semua yang disyaratkan dalam shalat. Kalau bisa melakukannya dengan berdiri; dan dalam mengucapkan kata “Allahu Akbar” itu harus didengar sendiri, baik terdengar secara keras oleh dirinya, atau dengan perkiraan jika ia tuli. (Mughniyah; 2001)
Berdiri : semua ulama mazhab sepakat bahwa berdiri dalam shalat fardhu itu wajib sejak mulai dari takbiratul ihram sampai ruku’, harus tegap, bila tidak mampu ia boleh shalat dengan duduk. Bila tidak mampu duduk, ia boleh shalat dengan miring pada bagian kanan, seperti letak orang yang meninggal di liang lahat, menghadapi kiblat di hadapan badannya, menurut kesepakatan semua ulama mazhab selain Hanafi. Hanafi berpendapat : siapa yang tidak bisa duduk, ia boleh shalat terlentang dan menghadap kiblat dengan dua kakinya sehingga isyaratnya dalam ruku’ dan sujud tetap menghadap kiblat. (Mughniyah; 2001)
Dan bila tidak mampu miring ke kanan, maka menurut Syafi’i dan Hambali ia boleh shalat terlentang dan kepalanya menghadap ke kiblat. Bila tidak mampu juga, ia harus mengisyaratkan dengan kepalanya atau dengan kelopak matanya. (Mughniyah; 2001)
Hanafi : bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah shalat baginya, hanya ia harus melaksanakannya (meng-qadha’-nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu yang menghalanginya. (Mughniyah; 2001) Maliki : bila sampai seperti ini, maka gugur perintah shalat terhadapnya dan tidak diwajibkan meng-qadha’-nya. (Mughniyah; 2001) Syafi’i dan Hambali : shalat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa pun. Maka bila tidak mampu mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata), maka ia harus shalat dengan hatinya dan menggerakkan  lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak mampu untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang melakukan shalat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi. (Mughniyah; 2001)
3.      Bacaan : ulama mazhab berbeda pendapat.
Hanafi : membaca Al-Fatihah dalam shalat fardhu tidak diharuskan, dan membaca bacaan apa saja dari Al-Quran itu boleh, berdasarkan Al-Quran surat Muzammil ayat 20 : (Mughniyah; 2001)
Bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Quran,” (Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman 122, dan Mizanul Sya’rani, dalam bab shifatus shalah). Boleh meninggalkan basmalah, karena ia tidak termasuk bagian dari surat. Dan tidak disunnahkan membacanya dengan keras atau pelan. Orang yang shalat sendiri ia boleh memilih apakah mau didengar sendiri (membaca dengan perlahan) atau mau didengar oleh orang lain (membaca dengan keras), dan bila suka membaca dengan sembunyi-sembunyi, bacalah dengannya. Dalam shalat itu tidak ada qunut kecuali pada shalat witir. Sedangkan menyilangkan dua tangan aalah sunnah bukan wajib. Bagi lelaki adalah lebih utama bila meletakkan telapak tangannya yang kanan di atas belakang telapak tangan yang kiri di bawah pusarnya, sedangkan bagi wanita yang lebih utama adalah meletakkan dua tangannya di atas dadanya. (Mughniyah; 2001)
Syafi’i : membaca Al-Fatihah adalah wajib pada setiap rakaat tidak ada bedanya, baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah. Basmalah itu merupakan bagian dari surat, yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apa pun. Dan harus dibaca dengan suara keras pada shalat subuh, dan dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, selain rakaat tersebut harus dibaca dengan pelan. Pad shlat subuh disunnahkan membaca qunut setelah mengangkat kepalanya dari ruku’ pad rakaat kedua sebagaimana juga disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah membaca Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama saja. Sedangkan menyilangkan dua tangan bukanlah wajib, hanya disunnahkan bagi lelaki dan wanita. Dan yang paling utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan di belakang telapak tangannya yang kiri di bawah dadanya tapi di atas pusar dan agak miring ke kiri. (Mughniyah; 2001)
Maliki : membaca Al-Fatihah itu harus pada setipa rakaat, tak ada bedanya, baik pada rakaat-rakaat pertama maupun pada rakaat-rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah, sebagaimana pendapat
Syafi’i, dan disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama. Basmalah bukan termasuk bagian dari surat, bahkan disunnahkan untuk ditinggalkan. Disunnahkan menyaringkan bacaan pad shalat subuh dan dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, serta qunut pada shalat subuh saja. Sedangkan menyilangkan kedua tangan adalah boleh, tetapi disunnahkan untuk mengulurkan dua tangan pada shalat fardhu. (Mughniyah; 2001)
Hambali : wajib membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat, dan sesudahnya disunnahkan membaca surat Al-Quran pada dua rakaat yang pertama. Dan pada shalat subuh, serta dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’ disunnahkan membacanya dengan nyaring. Basmalah merupakan bagian dari surat, tetapi cara membacanya harus pelan-pelan dan tidak boleh dengan keras. Qunut hanya pada shalat witir bukan pada shalat-shalat lainnya. Sedangkan menyilangkan dua tangan disunahkan bagi lelaki dan wanita, hanya yang paling utama adalah meletakkan telapak tangannya yang kanan pada belakang telapak tangannya yang kiri, dan meletakkan di bawah pusar. (Mughniyah; 2001).
Empat mazhab menyatakan bahwa membaca amin adalah sunnah, berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda : (Mughniyah; 2001) ”kalau ingin mengucapkan Ghairil maghdzubi ’alaihim waladzdzaallin, maka kalian harus mengucapkan amin.”
4.      Ruku’ : semua ulama mazhab sepakat bahwa ruku’ adalah wajib di dalam shalat. Namun mereka berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya ber-thuma’ninah di dalam ruku’, yakni ketika ruku’ semua anggota badan harus diam, tidak bergerak. (Mughniyah; 2001)
Hanafi : yang diwajibkan hanya semata-mata membungkukkan badan dengan lurus, dan tidak wajib thuma’ninah. Mazhab-mazhab yang lain : wajib membungkuk sampai dua telapak tangan orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan juga diwajibkan ber-thuma’ninah dan diam (tidak bergerak) ketika ruku’. (Mughniyah; 2001) Syafi’i, Hanafi, dan Maliki : tidak wajib berdzikir ketika shalat, hanya disunnahkan saja mengucapkan : (Mughniyah; 2001) Subhaana rabbiyal ’adziim Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung
Hambali : membaca tasbih ketika ruku’ adalah wajib. (Mughniyah; 2001)Kalimatnya menurut Hambali : Subhaana rabbiyal ’adziimMaha Suci Tuhanku Yang Maha Agung
Hanafi : tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni i’tidal (dalam keadaan berdiri). (Mughniyah; 2001) Dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh. Mazhab-mazhab yang lain : wajib mengangkat kepalanya dan ber-i’tidal, serta disunnahkan membaca tasmi’, yaitu mengucapkan : Sami’allahuliman hamidahAllah mendengar orang yang memuji-Nya
5.      Sujud : semua ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali pada setipa rakaat. Mereka berbeda pendapat tentang batasnya. (Mughniyah; 2001)
Maliki, Syafi’i, dan Hanafi : yang wajib (menempel) hanya dahi, sedangkan yang lain-lainnya adalah sunnah. (Mughniyah; 2001) Hambali : yang diwajibkan itu semua anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan ibu jari dua kaki) secara sempurna. Bahkan Hambali menambahi hidung, sehingga menjadi delapan. (Mughniyah; 2001)
Perbedaan juga terjadi pada tasbih dan thuma’ninah di dalam sujud, sebagaimana dalam ruku’. Maka mazhab yang mewajibkannya di dalam ruku’ juga mewajibkannya di dalam sujud. Hanafi : tidak diwajibkan duduk di antara dua sujud itu. Mazhab-mazhab yang lain : wajib duduk di antara dua sujud. (Mughniyah; 2001)
  1. Tahiyyat : tahiyyat di dalam shalat dibagi menjadi dua bagian : pertama yaitu tahiyyat yang terjadi setelah dua rakaat pertama dari shalat maghrib, isya’, dzuhur, dan ashar dan tidak diakhiri dengan salam. Yang kedua adalah tahiyyat yang diakhiri dengan salam, baik pada shalat yang dua rakaat, tiga, atau empat rakaat. (Mughniyah; 2001)
Hambali : tahiyyat pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain : hanya sunnah. Syafi’i, dan Hambali : tahiyyat terakhir adalah wajib. Maliki dan Hanafi : hanya sunnah, bukan wajib. (Mughniyah; 2001) Kalimat (lafadz) tahiyyat menurut Hanafi : Attahiyatu lillahi washolawaatu waththoyyibaatu wassalaamuKehormatan itu kepunyaan Allah, shalawat dan kebaikan serta salam sejahtera’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuhKepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya
Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiinSemoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang salehAsyhadu anlaa ilaaha illallahAku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain AllahWaasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluhDan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya” Menurut Maliki (Mughniyah; 2001) Attahiyyatu lillaahi azzaakiyaatu lillaahi aththoyyibaatu ashsholawaatu lillahKehormatan itu kepunyaan Allah, kesucian bagi Allah, kebaikan dan shalawat juga bagi AllahAssalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuhSalam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-NyaAssalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiinSemoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang salehAsyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalahAku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-NyaWaasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluhDan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya
Menurut Syafi’i : (Mughniyah; 2001) Attahiyyatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaahKehormatan, barakah-barakah, shalawat, dan kebaikan adalah kepunyaan AllahAssalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh
Salam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-NyaAssalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiinSemoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang salehAsyhadu anlaa ilaaha illallahAku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain AllahWaasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluhDan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya” Menurut Hambali : (Mughniyah; 2001) Attahiyyatu lillahi washsholawaatu waththoyyibaatuKehormatan itu kepunyaan Allah, juga shalawat dan kebaikan
Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuhSalam sejahtera kepadamu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-NyaAssalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiinSemoga kesejahteraan tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang salehAsyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-NyaWaasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluhDan aku bersaksi bahwa muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-NyaAllahumma sholli ’alaa MuhammadYa Allah, berikanlah shalawat kepada muhammad
  1. Mengucapkan salam (Mughniyah; 2001)
Syafi’i, Maliki, dan Hambali : mengucapkan salam adalah wajib. Hanafi : tidak wajib. (Bidayatul Mujtahid, Jilid I, halaman 126).  Menurut empat mazhab, kalimatnya sama yaitu Assalaamu’alaikum warahmatullaahSemoga kesejahteraan dan rahmat Allah tercurah kepada kalianHambali : wajib mengucapkan salam dua kali, sedangakan yang lain hanya mencukupkan satu kali saja yang wajib. (Mughniyah; 2001)
8.      Tertib
Diwajibkan tertib antara bagian-bagian shalat. Maka takbiratul Ihram wajib didahulukan dari bacaan Al-Quran (salam atau Al-Fatihah), sedangkan membaca Al-Fatihah wajib didahulukan dari ruku’, dan ruku’ didahulukan daru sujud, begitu seterusnya. (Mughniyah; 2001)
  1. Berturut-turut
Diwajibkan mengerjakan bagian-bagian shalat secara berurutan dan langsung, juga antara satu bagian dengan bagian yang lain. Artinya membaca Al-Fatihah langsung setelah bertakbir tanpa ada selingan. Dan mulai ruku’ setelah membaca Al-Fatihah atau ayat Al-Quran, tanpa selingan, begitu seterusnya. Juga tidak boleh ada selingan lain, antara ayat-ayat, kalimat-kalimat, dan huruf-huruf. (Mughniyah; 2001)

Share
Banner

Post A Comment:

0 comments: